Yunita menemukan cara untuk mengatasi limbah popok bekas pakai yang menjadi persoalan lingkungan karena jumlahnya sangat banyak dan sulit diurai. Di tanganya limbah itu bisa “disulap” menjadi kerajinan yang bisa mendatangkan keuntungan ekonomi.
Tanaman dalam pot unik berbentuk vertical garden tertata rapi di kanan kiri teras rumah Yunita Lestari Ningsih, di Jalan Ikan Tombro, Kelurahan Tunjung Sekar, Lowokwaru, Kota Malang. Pemandangan itu lah yang menyambut setiap tamu yang singgah kediaman perempuan 43 tahun ini.
Siapa sangka pot unik berwarna keemasan itu terbuat dari bahan limbah popok sekali pakai atau diapers. Sebab tak tampak lagi bentuk popok menyeruak disana. Yang ada bentuk pot yang terlihat kokoh dan unik. Itulah hasil kreatifitas Yunita bersama warga Tunjung Sekar dalam memanfaatkan limbah popok, yang sebelumnya berserakan tak berguna dan mengotori lingkungan.
Dari hasil olah pikir dan kreatifitas seorang Yunita sejak 2011 itu lah kini warga di sana dapat memanfaatkan limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Kegiatan memanfaatkan diapers itu awalnya dipicu oleh pengalaman pribadi Yunita. Sepekan setelah melahirkan dia didatangi pemilik tanah kosong di samping rumah, yang komplain tentang banyaknya sampah diapers di lahan miliknya.
Lahan tidur itu akan ditanam pisang. Saat digali, mereka menemukan diapers yang menggunung. Setelah dikumpulkan jumlahnya hampir dua gerobak diapers. Pemilik lahan mengultimatum Yunita yang baru melahirkan bayi. “Nak, jangan buang popok di sini. Akan ditanam pisang,” kata Yunita menirukan pemilik lahan tersebut.
Dia sempat menyangkal karena merasa tak membuang diapers di pekarangan samping rumahnya. Lantaran anaknya baru berusia sepekan. Tapi dia teringat, saudaranya yang tinggal di belakang rumah memiliki anak 12 tahun. Dulu, popok bekas ditanam di tanah kosong itu. “Ternyata meski ditimbun bertahun-tahun, diapers tak hancur,” ujar Yunita.
Saat itu, ia juga kebingungan kemana harus membuang diapers bekas bayinya. Saat berjalan ke sungai sejauh tak jauh dari rumahnya, dia juga menemukan tumpukan diapers. Menggunung. Akhirnya, ia memilih untuk mencuci bersih diapers bekas pakai dan menyimpannya.
Yunita memutar otak agar sampah diapers bisa bermanfaat. Akhirnya, muncul ide mengkreasikan diapers jadi aneka bunga. Sampai kini tercipta 26 jenis bunga. Kini, dia fokus mengolah diapers jadi aneka barang kreasi bernilai seni.
Selama empat tahun dia juga meneliti pola penggunaan diapers sekali pakai. Hasilnya, setiap bayi per hari habiskan dua sampai tiga popok sekali pakai. Setiap balita gunakan diapers sampai usia 3-5 tahun. Pilihan orang tua menggunakan diapers karena praktis, namun tak memikirkan dampak terhadap lingkungan.
Belakangan tercetuslah ide untuk membuat wadah tanaman dan aneka kerajinan kriya dari limbah popok. Mungkin awalnya kegiatan tersebut, kegiatan iseng Yunita semata, belakangan kegiatan itu pun dikembangakan menjadi kegiatan yang serius bersama sekelompok warga.
Maka di ‘sulap’ lah garasi rumahnya menjadi workshop pengolahan limbah diapers. Yunita mengolah diapers menjadi kriya seni bernilai ekonomi. Caranya, diapers dicuci bersih dari kotoran, lantas direndam air dan detergen. Gel diapers dikeluarkan dilanjutkan dengan pembilasan dengan air mengalir. Lalu direndam dengan desinfektan.
Sedangkan gel bisa menjadi media tanam bunga atau tanaman hias atau diolah menjadi bubur kertas dengan cara digodog selama tiga jam. Setelah jadi bubur kertas, bisa dimanfaatkan buat aneka kerajinan.
Lembaran lapisan diapers disetrika sesuai kebutuhan. Lembaran diapers bisa diolah menjadi aneka jenis bunga. Sedangkan jika dibuat pot, diapers bersih cukup direndam dalam semen dan dicetak berbentuk sesuai kebutuhan. Termasuk vertical garden dan lapisan tembok artistik. Pot dan asbak dijual seharga Rp10 ribu sedangkan vertical garden per lembar dijual Rp 500 ribu.
Yunita tengah menguji coba mengolah limbah diapers menjadi bahan baku kulit sintetis. Digunakan menjadi tas dan dompet. Setelah berbentuk lembaran disetrika dan direndam lalu disikat untuk menghilangkan lem. Lantas dilapisi cat waterproof atau cat kayu sesuai keinginan. Yunita bekerjasama dengan perajin tas.
Tas dan dompet kulit sintetis berbahan bekas diapers yang diproduksinya dijual seharga Rp150 ribu dan Rp75 ribu. Sedangkan limbah plastik dipotong kecil diubah menjadi isian bantal dan guling. Setiap potong dijual Rp 15 ribu.
Produk olahan limbah diapers dipasarkan menggunakan merek Cantuka Kreatif. Saat ini , sekitar 10 orang kader lingkungan bersama-sama mengolah diapers. Dia juga menularkan keterampilannya melalui kader PKK dengan membuat aneka jenis bunga. Omset penjualan setiap bulan mencapai Rp 6 juta-Rp 8 juta, keuntungan dari kegiatan itu sekitar 50 persen, yang tentu saja sangat membantu menambah pendapatan warga sekitar.
Yunita melalui Posyandu, kader PKK dan kader lingkungan mengajak ibu-ibu untuk bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan. Mengajak mereka mencuci dan mengumpulkan diapers sebagai bahan baku kriya. Sekarang, warga di Tanjung Sekar, Polowijen, Batu dan Sawojajar mengumpulkan diapers di rumah diapers atau bank popok di setiap posyandu.
Termasuk bekerjasama dengan sanitarian Puskesmas Polowijen Kota Malang Anita Resky yang menginisiasi Rumah Diapers. Melalui Rumah Diapers pula, Yunita memberi pelatihan pengolahan sampah popok sekali pakai.
Setiap potong diapers dibeli seharga Rp 200-Rp 300. Mereka menabung diapers, rata-rata setiap nasabah mengumpulkan Rp700 ribu sampai Rp 1,2 juta per tahun. Setiap pekan Yunita mengumpulkan sekitar 4.000 potong diapers bekas. Kemampuan mengolah sekitar 300 potong per hari sehingga bahan baku terus tersedia. Ia berharap lebih banyak warga mau memanfaatkan diapers bekas pakai, agar tak menjadi persoalan lingkungan.(*)
DITERBITKAN OLEH PEJUANG IKLIM