“Kita berharap ke depan masyarakat Indonesia beralih menggunakan energi terbarukan, sehingga isu perubahan iklim bisa ditekan dan diminimalisir dampak kerusakannya,”
Pengalaman banyak bersinggungan dengan perusahaan minyak menyadarkannya betapa buruk dampak penggunaan energi fosil bagi lingkungan. Pengalaman itu mendorong Rebekka Sondang Angelyn, kemudian akhirnya lebih menekuni energi bersih dari pada keahliannya sebagai sarjana hukum. “Kadang teman-teman juga tanya, saya ini alumni Fakultas Hukum tapi focus ke energi terbarukan,” ujar alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.
Pemahamannya tentang dunia migas diawali saat ia bekerja di kantor hukum di Jakarta. Dimana ia banyak mengurus klien yang berasal dari perusahaan minyak. Disana ia banyak mengurusi kasus hukum kliennya yang berkaitan dengan persoalan isu lingkungan. Dari sana Rebekka mulai tertarik dengan isu lingkungan. Hingga kepergiannya menempuh pendidikan S2 di bidang Hukum Migas di Aberdeen University Inggris, minatnya pada studi lingkungan masih besar .
Hingga ia menyempatkan mengambil kuliah musim panas di Boston dalam bidang ekonomi lingkungan. Kesadarannya terhadap lingkungan pun makin tergugah . Menurutnya penggunaan energy fosil, jika tidak segera diantisipasi akan menimbulkan pelbagai bencana. “Saya membayangkan 10 tahun ke depan, di saat saya sudah tua khawatir tidak bisa berbuat apa-apa, saya akan menyesali” ujar Rebekka.
Pada 2011 seorang sahabat yang bekerja di bidang pengembangan karbon, di Singapura, mengajaknya bergabung. Tak pikir panjang Rebekka langsung menyambutnya, ia bertugas sebagai analis lingkungan. “Dari sana saya lebih mendalami isu perubahan iklim,” katanya.
Pada tahun 2015, Rebekka mulai bersentuhan dengan sektor energi terbarukan, di mana ia terlibat pada proyek-proyek Satuan Tugas Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sepulangnya ke tanah air, pada 2016, Rebekka bersama teman temannya tergerak untuk mendirikan Coaction Indonesia. Sebuah lembaga untuk penanggulangan perubahan iklim dan solusinya. Coaction sendiri focus pada isu energi yang menjadi kebutuhan manusia. “Kita kampanye dan edukasi masyarakat di level mikro, agar mereka paham bahwa energi terbarukan akan membuat pembangunan berkelanjutan menjadi lestari,” ungkapnya .
Ia melihat potensi energi terbarukan Indonesia sangat besar, tapi pemanfaatannya masih kurang. Padahal itu penting bagi kelangsungan hidup ke depan. Jadi kampanye Coaction harus bisa mengubah paradigma masyarakat. “Kita gaungkan isu energi terbarukan kerena itu bagian penanggulangan perubahan iklim yang menjadi ancaman terbesar di dunia,” tutur Rebekka.
Untuk mengoptimalkan potensi, semua aspek dan lembaga harus terlibat. Sehingga isu perubahan iklim bisa di antisipasi sedini mungkin. Dia ingin, pemerintah bisa mendorong lebih agresif, melalui berbagai kebijakan, terobosan, pendanaan dan teknologi.
Namun, ia terlibat di Coaction hanya sampai tahun 2018, lalu menyerahkan Coaction kepada teman-temannya untuk mengembangkan. Dia sendiri pada 2019 bergabung dengan Rumah Energi dan menjabat sebagai Direktur Eksekutif. Sama halnya Coaction, Rumah Energi juga focus pada kampanye dan edukasi tentang energi terbarukan dengan bekerjasama dengan sejumlah lembaga dan perusahaan.
Rumah Energi berfokus pada pengentasan kemiskinan, upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, pengurangan risiko bencana dan mata pencaharian masyarakat di tingkat bawah. Kegiatannya antara lain menginisiasi pembangunan biogas rumah tangga, pertanian berkelanjutan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. “Kita berharap ke depan masyarakat Indonesia beralih menggunakan energi terbarukan, sehingga isu perubahan iklim bisa ditekan dan diminimalisir dampak kerusakannya,” demikian Rebekka. (*)
DITERBITKAN OLEH PEJUANG IKLIM