“Ini bentuk komitmen kami terhadap lingkungan. Setidaknya komitmen menjaga lingkungan agar tetap lestari,”kata Nelson.
Sadar bahwa Kabupaten Gorontalo menjadi daerah yang paling rentan terhadap perubahan iklim, Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo menggagas kelompok kerja (pokja) adaptasi perubahan iklim pertama di provinsi Gorontalo.
Sekaligus menjadi pelopor terbentukan rencana kerja dan strategi adaptasi perubahan iklim di tingkat daerah yang di integrasikan dalam RPJMD, RKPD, Renja, dan RKA. Di masa kepemimpinannya, kajian tentang risiko perubahan iklim di tingkat Kabupaten Gorontalo juga berhasil disusun.
Nelson juga mengalokasikan 10 persen anggaran APBD untuk mendanai program adaptasi perubahan iklim. Sehingga Kabupaten Gorontalo menjadi pionir dalam mengaplikasikan konsep dan metodologi pendanaan anggaran perubahan iklim di daerah (regional climate budget tagging) untuk mengidentifikasi capaian aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
“Ini bentuk komitmen kami terhadap lingkungan. Setidaknya komitmen menjaga lingkungan agar tetap lestari,”kata Nelson.
Nelson menambahkan, tujuan memasukan adaptasi perubahan iklim dalam perencanaan pembangunan untuk mendorong pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gorontalo yang berbasis kependudukan dan lingkungan. Artinya Pembangunan kependudukan dan penciptaan lingkungan lestari di Kabupaten Gorontalo harus terintegrasi dalam kebijakan pembangunan. Kedua memasukan adaptasi perubahan iklim dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah juga sebagai upaya meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi resiko iklim.
Berdasar kajian kerentanan oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) di Provinsi Gorontalo, Kabupaten Gorontalo diketahui menjadi daerah paling rentan terhadap perubahan iklim. Kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakatnya untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim pun dikategorikan masih rendah. Hampir setiap tahun frekuensi dan kerentanan bencana hidrometeorologi semakin meningkat, termasuk banjir, longsor dan kekeringan.
Untuk bencana banjir intensitasnya dalam lima tahun selalu meningkat. Di tahun 2015, hampir seluruh kecamatan terdampak banjir dan di tahun 2016, banjir besar menyebabkan kerugian hingga mencapai Rp 243 miliar. “Inilah alasan mengapa saya memasukan adaptasi perubahan iklim dalam rencana pembangunan Kabupaten Gorontalo,” ungkap Nelson.
Inovasi lain yang dilakukan Nelson adalah membentuk kelembagaan multipihak untuk pelaksanaan implementasi inventarisasi Gas Rumah Kaca berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2011. Kebijakan, peraturan, dan aksi yang dikeluarkan Nelson seluruhnya akan mengedepankan visi ekonomi lestari, lingkungan terjaga dan masyarakat sejahtera.
Nelson juga mendorong gerakan perlindungan hutan dan lahan gambut dengan mendukung program moratorium perkebunan kelapa sawit. Ia memutuskan mengevaluasi seluruh perizinan konsesi perkebunan sawit di Kabupaten Gorontalo dan lebih memilih mendorong masyarakat desa aktif mengembangkan perkebunan kelapa.
Bagi Nelson, perkebunan sawit hanya menguntungkan kelompok kecil dan merugikan masyarakat di Kabupaten Gorontalo. Aktivitas sawit cenderung tidak ramah lingkungan dan mengabaikan kaidah-kaidah lingkungan hidup dalam proses AMDAL dan mengancam ketersediaan air. Demikian juga dalam hal penguasaan tanah, perusahaan sawit bisa menguasai tanah sangat luas, sementara masyarakat harus berjuang sangat keras untuk dapat lahan garapan.
“Perkebunan sawit juga bukanlah iklim dan budaya perkebunan masyarakat di Kabupaten Gorontalo” tegas Nelson. Karena itu pihaknya lebih senang mengembangkan perkebunan kelapa dan jagung. Selain lebih ramah lingkungan dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ichsan Adrias Male, praktisi hukum di Gorontalo menilai keputusan memasukan adaptasi perubahan iklim dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Gorontalo adalah kebijakan yang sangat baik dan berdampak positif. Secara hukum, kepala daerah memang punya kewajiban dan kewenangan luas untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.
Kebijakan Nelson yang menjadi lingkungan sebagai basis perencanaan pembangunan hingga 10 tahun ke depan bisa diartikan sebagai bentuk kepedulian kepala daerah terhadap kelangsungan hidup manusia.
“Untuk itu, kebijakan seperti ini bisa diikuti daerah lain di Gorontalo,” ujar Ichsan. (*)
DITERBITKAN OLEH PEJUANG IKLIM