“Inilah pentingnya menjaga sungai, karena ia juga bisa menjadi alat untuk mengetahui kualitas lingkungan sekitar dengan indikator-indikator alami yang ada di sungai,”
Lahir di kawasan pinggiran pegunungan membuat Arum Wismaningsih, 35 tahun sadar betul bahwa lingkungan yang asri merupakan hal yang tak ternilai. Berangkat dari sana, ibu satu anak ini tetap mempertahankan keberadaan Kelompok Polisi Sungai, yang dibentuk oleh Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) pada 2010.
Arum yang merupakan warga Wonosalam saat itu menjadi sukarelawan Ecoton dan ditunjuk menjadi Pembina Polisi Sungai di Wonosalam. Awalnya keberadaan Ecoton di Wonosalam adalah mengenalkan ilmu lingkungan dan mengajak siswa peduli terhadap sungai, karena sungai dekat dengan kehidupan mereka.
Seperti polisi betulan, yang tugasnya menjaga keamanan masyarakat. Polisi Sungai juga bertugas menjaga dan melindungi sungai dari kerusakan dan sampah.Jadi objek dari tugas polisi bentukan Arum, adalah badan sungai.
“Kami menjaga supaya badan sungai aman dari pencemaran, aman dari orang-orang yang membuang sampah sembarangan,” kata perempuan lulusan Jurusan Biologi, Universitas Jember ini beberapa waktu lalu.
Arum menceritakan, ihwal terbentuknya komunitas ini berawal dari keprihatinannya akan kondisi sungai yang ada di sekitar rumahnya. Kebetulan, lingkungan rumahnya yang berada di kaki Gunung Anjasmoro dianugerahi banyak sungai.
Sayangnya, tak semua sungai dalam kondisi baik. Pembalakan hutan yang sempat terjadi di penghujung tahun 1998 membuat sungai-sungai setempat penuh sedimentasi dan banyak sumber mata air rusak. Kini, setelah kawasan hutan kembali rapat, problem baru muncul yakni sampah yang mulai memenuhi badan sungai dan pencemaran dari kandang peternakan warga sekitar.
Kondisi itu membuat Arum merasa prihatin. Terlebih, sungai-sungai yang terhubung dengan Kali Brantas itu banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk keperluan sehari-hari, seperti halnya kali Boro yang mengalir di wilayah Kecamatan Bareng dan Wonosalam, Jombang.
Berangkat dari kondisi itu, Arum bersama Ecoton berinisiatif membentuk komunitas Polisi Sungai. Dimana, aktivitas utamanya mengumpulkan sampah yang menumpuk di badan-badan sungai.
Arum menilai, ada pemahaman yang salah di kalangan masyarakat tentang sungai. Sebab, kendati mengerti bahwa sungai memiliki peran penting dalam mendukung keberlangsungan hidup mereka, namun sungai tak ubahnya sebagai tempat pembuangan akhir. Banyak sampah atau limbah yang dibuang ke sungai begitu saja.
“Jadi, ada semacam perlakuan yang salah oleh sebagian masyarakat terhadap sungai,” ujar Arum. Karena itu, melalui komunitas yang dibentuknya itu, Arum ingin mengajak masyarakat lebih menjaga keberlangsungan sungai.
Semangat itu diwujudkan Arum dengan mengontrol sungai-sungai yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Saban Minggu, ia dan komunitas bentukannya menyusuri sungai untuk memunguti sampah. Aktivitas itu ia lakoni dengan melibatkan sekitar 50 an siswa di SMP 1 Wonosalam, Jombang.
Selain memunguti sampah di badan sungai, kelompok ini juga melakukan kegiatan penelitian binatang air di sekitar sungai untuk menguji tingkat kesehatan sungai. Lalu mereka akan memberikan tanda dengan menancapkan bendera berwarna. Untuk bagian sungai yang dianggap sehat mereka akan menempelkan bendera hijau. Di bagian lain mereka menancapkan bendera orange untuk badan sungai yang kurang sehat dan bendera merah untuk bagian sungai yang masih kotor.
“Dulu banyak yang ikut. Cuma sekarang pandemi, jadi peserta yang ikut kami batasi,” terang Arum. Sekali jalan, puluhan kilogram sampah bisa ia kumpulkan dari sungai yang ia telusuri.
Arum mengakui, pandemi yang terjadi saat ini sedikit membuat kelompoknya tak bisa leluasa beraktivitas. Namun begitu, kendala lain yang membuatnya risau justru dari mulai maraknya pembukaan unit-unit usaha di sepanjang bantaran sungai. Seperti warung makan dan juga kafe-kafe.
Keberadan usaha-usaha di bantaran sungai itu, tak hanya berpotensi mengganggu ekosistem sungai. Deretan warung-warung itu juga mengganggu akses mereka ketika hendak terjun ke sungai. “Belum lagi sampah-sampahnya tidak jarang juga berserakan di badan-badan sungai,” ujarnya.
Terkait masalah itu, Arum telah mencoba mengkomunikasikannya dengan perangkat desa setempat. Setidaknya agar menjadi perhatian aparat dan dilakukan penertiban. Namun, sejauh ini upaya itu belum membuahkan hasil.
Selain banyaknya sampah di sungai yang pada akhirnya membuat kualitas sungai terdegradasi. Sungai-sungai itu juga menghadapi kondisi terpapar oleh zat kimia. Senyawa-senyawa itu diduga kuat berasal dari pestisida di lahan-lahan pertanian di sekitar sungai.
“Inilah pentingnya menjaga sungai, karena ia juga bisa menjadi alat untuk mengetahui kualitas lingkungan sekitar dengan indikator-indikator alami yang ada di sungai,” tutup Arum. (*)
DITERBITKAN OLEH PEJUANG IKLIM