Di tangan Reko Delfianto, puluhan hektar lahan tandus yang telah 24 tahun ditinggalkan, kembali bisa dimanfaatkan. Kini lahan telantar itu telah menjadi areal persawahan dan lumbung padi bagi Provinsi Jambi.
Daerah Cangking Indah adalah lahan tidur yang terbentang luas di Desa Gedang, Kecamatan Sungai Penuh, Provinsi Jambi. Petani di sana telah lama meninggalkan dan menelantarkan lahan puluhan hektar itu, sejak gempa besar Gunung Kerinci pada 1980 mengubah lahan tersebut menjadi lahan tandus dan tidak memiliki pengairan.
Kondisi itu membuat Reko Delfianto, 58 tahun yang setiap hari melintasi daerah tersebut ketika menuju ke sawahnya merasa prihatin. Ia menyayangkan lahan seluas itu dibiarkan telantar dan tidak dimanfaatkan. Kondisi lahan di Cangking Indah itu luas mencapai puluhan hektar hanya ditumbuhi semak belukar.
Lahan pertanian itu telah ditinggalkan selama puluhan tahun, kondisinya tandus dan hanya ditumbuhi rumput liar dan ilalang. Di beberapa tempat bahkan menjadi lahan kering tak ada air mengalir.
“Daerah Cangking Indah ini, dulu merupakan lahan sawah, namun akhirnya menjadi lahan tidur yang tidak produktif yang dipenuhi semak belukar. Bahkan beberapa area dipenuhi sampah,” kata Reko, petani padi kelahiran 26 Desember 1964.
Lahan pertanian itu ditinggalkan setelah gempa Gunung Kerinci tahun 1980-an dan benar-benar ditinggalkan menyusul gempa besar di Jambi pada tahun 1995. Reko pun merasa resah dengan pemandangan itu. “Sayang saja lahan seluas itu tak ada manfaat bagi masyarakat,” keluhnya.
Ia pun mengajak petani sekitar menghidupkan lahan tersebut menjadi persawahan kembali, sayang tak ada yang menyambutnya. Petani di sana menganggap lahan tersebut sudah tak memiliki harapan. Tanah tak subur, terlalu banyak lahan yang sudah kering dan memerlukan biaya tinggi untuk mengolahnya.
Reko tak patah arang. Tahun 2004, ia menyiapkan cangkul dan alat lainnya. Ia membuat parit di lahan tidur itu menuju Sungai Batang Air Baru.
“Tekad saya bulat, membuat air sungai mengalir ke lahan yang dianggap tak produktif itu.”
Dua tahun pengerjaan. Siang malam ia mencangkul dengan mengajak keponakan dan saudara dekatnya. Total panjang parit yang ia buat itu kini mencapai 4 kilometer. Kini air telah mengalir ke lahan-lahan tandus itu dan mulai bisa diolah dan ditanami. Kerja keras itu akhirnya terbayar dengan hidupnya lahan mati tersebut. Lahan itu perlahan jadi areal persawahan kembali.
Kerja keras bagi Reko bukan hal berat. Orang yang mendidiknya menjadi tangguh adalah sang nenek, Izani, yang mengajarinya menjadi petani tak cengeng. Sejak kelas 3 sekolah dasar, ia sudah terbiasa memikul karung padi dan mencangkul di sawah.
Reko pun sukses panen padi pertama kali di lahan itu pada tahun 2005. Atas keberhasilan itu, petani di sana mulai melirik lahan tersebut dan ikut bersawah. Reko pun mempersilahkan siapa saja untuk ikut bertani. Bahkan salah satu kepala dinas pun turut membuka lahan di sana. Kini total persawahan yang dihidupkan di tempat itu mencapai 41,5 hektar.
“Saya senang akhirnya banyak petani yang menggarap di lahan yang dulu dianggap tak ada harapan itu,” ujarnya.
Alasan lain yang membuat dia senang, adalah jika banyak petani yang ikut menggarap lahan disana, maka pekerjaannya untuk memperbaiki lahan tersebut akan lebih ringan. “Sekarang saya bisa mengajak mereka gotong royong memperbaiki parit,” katanya.
Ia juga mengajak masyarakat menjaga Sungai Batang Air Baru. Salah satu upaya yang ia dorong adalah membersihkan sungai dari sampah. “Saya mengajak supaya tidak membuang sampah ke sungai dan sampah yang ada supaya dibersihkan.”
Tak hanya itu, ia mendorong masyarakat menanam beragam tumbuhan di sekitar daerah aliran sungai. Guna menambah nilai tambah ekonomi masyarakat, Reko mengajak para petani beternak, salah satunya hewan kerbau.
Kini daerah Cangking Indah telah menjadi lumbung padi, sekaligus sentral peternakan di Kecamatan Sungai Penuh, Jambi. Setiap hektar sawah di lahan tersebut bisa menghasilkan satu ton padi.
Atas kerja keras Reko, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia memberikan Penghargaan Kalpataru 2021 kepadanya untuk Kategori Perintis Lingkungan.
“Saya merasa hidup ini sangat berarti ketika bisa bermanfaat untuk orang banyak,” tutur Reko.(*)
DITERBITKAN OLEH PEJUANG IKLIM